Nama :
Almuhni Nasi’i
NIM :
152012701
Judul Jurnal : PENELITIAN
TENTANG SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI DI INDONESIA
SEJARAH KOPERASI
Munculnya Koperasi diawali dari sulitnya pemecahan masalah
kemiskinan yang atas dasar semangat individualism. Koperasi lahir sebagai alat
untuk memperbaiki kepincangan-kepincangan dan kelemahan-kelemahan dari perekonomian
yang kapitalis[1].
Adapun unsure dari koperasi adalah diantaranya sebagai berikut :
1.
Merupakan perkumpulan orang-orang.
2.
Bergabung secara sukarela
3.
Mrncapai tujuan ekonomi bersama
4.
Organisasi kelompok yang dikembangkan secara
demokratis
5.
Kontribusi terhadap modal yang diperlukan
6.
Menanggung resiko dan juga keuntungan secara
adil.
Pengertian koperasi jika
dipandang dari berbagai aspek :
1. koperasi sebagai organisasi ekonomi sebagaimana juga
pelaku-pelaku ekonomi yang lain harus memperhitungkan produktivitas, efisiensi
serta efektifitas.
2.
koperasi
sebagai suatu gerakan yang mempersatukan kepentingan yang sama guna
diperjuangkannya secara bersama-sama secara serempak dan lebih baik, sehingga
dimungkinkannya ditempatkan semacam perwakilan.
3.
segi
sosial dan moral yang dianggap mewarnai kehidupan koperasi yang di dalam
kegiatannya harus mempertimbangkan norma-norma sosial ataupun moral yang
berlaku di mana koperasi melakukan kegiatannya
4.
sementara
pihak ingin mengembangkan koperasi sebagai suatu sistim ekonomi, di mana
pandangan ini dilandasi oleh semangat cooperativism.
5.
di dalam
suatu kajian ilmiah, koperasi telah dikembangkan pula sebagai suatu ilmu yang
dilandasi atas filsafat dan tujuan ilmu pengetahuan
Sejarah Koperasi Di Indonesia
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai
sejak tahun 1896[2].
Pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan
simpan-pinjam[3] maka
selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan
barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan
penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi.
Kemudian pada tahun 1908 didirikan Boedi
Oetomo yang menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga.
Begitu pula sarikat Islam juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang
keperluan sehari-hari dengan cara membuka toko-toko koperasi pada tahun 1911.
Namun hal ini menimbulkan kecurigaan pada pemerintahan Hindia-Belanda
yang kemudian mereka ingin mengaturnya yang tetapi dalam kenyataan lebih
cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam
hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi
antara lain :
1.
Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil.
2.
Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda
3.
Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal.
Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana
dalam ketetapan Raja tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan
berdiriya koperasi. Yang dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat
dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, Oleh
karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin
oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan
penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat (
Volkscredit Wezen ). Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka
pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter
Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau
menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai
Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929
menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebt
menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus
didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di
Indonesia pada umumnya.
Dalam rangka menggiatkan pertumbuhan koperasi,
pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
1.
memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha
Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan.
2.
dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan
pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan
penerangannya.
3.
memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan
pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut
perusahaan-perusahaan.
4.
penerangan tentang organisasi perusahaan.
5.
menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha
Indonesia[4].
Pada
tahun 1920 DR. J.H. Boeke ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang
pertama.
Berikut
merupakan tabel catatan perkembangan koperasi pada masa ini :
Tahun
|
Jml. Koperasi
|
Jml. Anggota
|
1930
|
39
|
7.848
|
1931
|
133
|
13.725
|
1932
|
172
|
14.134
|
Sumber : Sepoeloeh Tahoen Koperasi
Adapun
data perkembangan koperasi dari tahun de tahun dapat dilihat pada tabel
berikut:
Tahun
|
Jml. Koperasi
|
Jml. Anggota
|
Jml Simpanan
|
1930
|
39
|
7.848
|
f. 101.296
|
1931
|
133
|
13.725
|
f.194.578
|
1932
|
172
|
14.134
|
f.264.184
|
1933
|
233
|
18.444
|
f.317.613
|
1934
|
263
|
18.845
|
f.375.577
|
1935
|
299
|
19.298
|
f.306.317
|
1936
|
324
|
20.544
|
f.302.399
|
1937
|
410
|
28.999
|
f.5703182
|
1938
|
540
|
40.491
|
f.633.082
|
1939
|
574
|
52.555
|
f.850.671
|
Sumber : Sepoeloeh Tahoen Koperasi
Pada
masa pendudukan Jepang, Koperasi berubah istilahnya menjadi “Kumiai”.
Pemerintahan Jepang. menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan
kekuasaan hukum serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui
sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah
Militer. Dan kalau masyarakat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus
mendapat izin Residen (Shuchokan) dengan menjelaskan syarat-syarat sebagai
berikut :
1.
Maksud perkumpulan atau persidangan, baik sifat
maupun aturan-aturannya.
2.
Tempat dan tanggal perkumpulan didirikan atau
persidangan diadakan.
3.
Nama orang yang bertangguing jawab, kepengurusan dan
anggota-anggotanya.
4.
Sumpah bahwa perkumpulan atau persidangan yang
bersangkutan itu sekali-kali bukan pergerakan politik.
Dengan
berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah banyak koperasi lama yang
harus menghentikan usahanya dan tidak boleh bekerja lagi sebelum mendapat izin
baru dari”Scuchokan”.
Setelah
Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis
di dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang “Founding Father”
Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam
“konstitusi”. Sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia mengalami suatu
perkembangan yang lebih baik. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya
menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas
kekeluargaan.
Pada
akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan tercatat
sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia. Dan pada tanggal 12 Juli 1947
diselenggarakan kongres koperasi se Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam
kongres tersebut diputuskan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi
Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli
sebagai Hari Koperasi serta menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di
kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat. Pertumbuhan koperasi semakin
pesat. Tetapi dengan terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak Belanda
terhadap Republik Indonesia serta pemberontakan PKI di Madiunpada tahun 1948
banyak merugikan terhadap gerakan koperasi. Namun setelah terbentuknya Negara
Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950 program Pemerintah semakin nyata
keinginannya untuk mengembangkan perkoperasian.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan
kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya antara lain
merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan
Koperasi Indonesia (DKI). Di samping itu mewajibkan DKI membentuk Lembaga
Pendidikan Koperasi dan mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di
Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah penyampaian saran-saran kepada
Pemerintah untuk segera diterbitkannya Undang-Undang Koperasi yang baru serta
mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan Kongres
Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan KOngres di samping hal- hal yang
berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan
Dewan Koperasi Indonesia dengan International Cooperative Alliance (ICA).
Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah Nasional KOperasi I
(Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan
Ekonomi Terpimpin. Langkah-langkah mempolitikankan (verpolitisering) koperasi
mulai nampak. Dewan Koperasi Indonesia diganti dengan Kesatuan Organisasi
KOperasi Seluruh Indonesia (KOKSI) yang bukan semata-mata organisasi koperasi
sendiri malainkan organisasi koperasi-koperasi yang dipimpin oleh Pemerintah,
dimasa Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa
(Trasnkopenda) menjadi Ketuanya[5].
Selanjutnya peranan gerakan koperasi dalam demokrasi terpimpin dan
ekonomi terpimpin diatur didalam pasal 6 dan pasal 7. Pasal 6 berbunyi sebagai
berikut : “ Gerakan Koperasi mempunyai peranan :
a)
Dalam tahap nasional
demokrasis :
1. Mempersatukan dan memobilisir seluruh rakyat pekerja dan produsen
kecil yang merupakan tenaga-tenaga produktif untuk meningkatkan
produksi, mengadilkan dan meratakan distribusi;
2. Ikut serta menghapus sisa-sisa imperalisme, kolonialisme dan
feodalisme;
3. Membantu memperkuat sector ekonomi Negara yang memegang posisi
memimpin;
4. Menciptakan syarat-syarat bagi pembangunan masyarakat
sosialis Indonesia.
5. Dalam Tahap sosialisme Indonesia :
6. Menyelenggarakan tata ekonomi tanpa adanya penghisapan oleh manusia
atas manusia;
7. Meningkatkan tingkat hidup rakyat jasmaniah dan rokhaniah;
8.
Membina dan mengembangkan
swadaya dan daya kreatif rakyat sebagai perwujudan masyarakat gotong-royong.”
Pemberontakan G30S/PKI merupakan malapetaka besar bagi rakyat dan
bangsa Indonesia. Demikian pula hal tersebut didalami oleh gerakan koperasi di
Indonesia. Namun hal tersebut dapat terselaesaikan oleh semangat Orde Baru yang
dimulai titik awalnya 11 Maret 1996 segera setelah itu pada tanggal 18 Desember
1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru. Sejak awal Pelita I
pelaksanaan pembangunan telah diarahkan untuk menyentuh segala kehidupan bangsa
sebagai suatu gerak perubahan kearah kemajuan.
Selanjutnya dibentuk oleh pmerintah Program Lima Tahun (PELITA) yang
berperiode dari PELITA I hingga PELITA 5. Dari PELITA I ditemui banyak
kegagalan, dan titik akhirnya pada PELITA 5 bisa dibilang merupakan sebuah
kesuksesan dari Program tersebut.
Berikut adalah Perkembangan Keragaan Koperasi Selama Pelita V
No.
|
URAIAN
|
1984/
|
1985/
|
1986/
|
1987/
|
1988/
|
Rata-Rata
|
|
1985
|
1986
|
1987
|
1988
|
1989
|
Pertumbuhan
|
|||
|
|
|||||||
1.
|
Jumlah KUD
|
6.629
|
6.979
|
7.350
|
7.470
|
7.873
|
4,33%
|
|
(Unit)
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
||
2.
|
Jumlah Kop Non
|
19.803
|
21.124
|
23.096
|
23.692
|
25.451
|
6,28%
|
|
KUD (Unit)
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
||
3.
|
Jumlah Anggota
|
12.008.000
|
14.916.000
|
15.733.000
|
16.682.000
|
17.494.000
|
13,12%
|
|
KUD (orang)
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
||
4.
|
Jumlah Anggota
|
4.396.000
|
5.370.000
|
5.845.000
|
8.863.000
|
9.668.000
|
20,10%
|
|
Kop Non KUD
|
||||||||
|
(orang)
|
|
|
|
|
|
|
|
5.
|
Jumlah Simpanan
|
131.958,5
|
178.088,9
|
414.995,1
|
435.745
|
-
|
44,64%
|
|
(Juta Rp.)
|
||||||||
|
|
|
|
|
|
|
Sumber Data : Ditjen Bina Lembaga
Koperasi
Sejalan dengan prioritas pembangunan nasional, dalam Pelita V masih
terpusatkan pada sector pertanian, maka prioritas pembinaan koperasi mengikuti
pola tersebut dengan memprioritaskan pembinaan 2.000 sampai dengan 4.000 KUD
Mandiri tanpa mengabaikan pembinaan-pembinaan terhadap koperasi jenis lain.
Adapun tujuan pembinaan dan pengembangan KUD Mandiri adalah untuk mewujudkan
KUD yang memiliki kemampuan manajemen koperasi yang rasional dan efektip dalam
mengembangkan kegiatan ekonomi para anggotanya berdasarkan atas kebutuhan dan
keputusan para anggota KUD. Dengan kemampuan itu KUD diharapkan dapat
melaksanakan fungsi utamanya yaitu melayani para anggotanya, seperti melayani
perkreditan, penyaluran barang dan pemasaran hasil produksi.
Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri. Pembinaan dan Pengembangan KUD
mandiri diarahkan :
1.
Menumbuhkan kemampuan
perekonomian masyarakat khusunya di pedesaan
2. Meningkatkan peranannya yang lebih besar dalam perekonomian
nasional.
3.
Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya
dalam peningkatan kegiatan ekonomi dan pendapatan yang adil kepada anggotanya.
Ukuran-ukuran yang digunakan untk menilai apakah suatu KUD sudah
mandiri atau belum adalah sebagai berikut :
1.
Mempunyai anggota penuh
minimal 25 % dari jumlah penduduk dewasa yang memenuhi persyaratan kenggotaan
KUD di daerah kerjanya.
2. Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha anggotany maka
pelayanan kepada anggota minimal 60 % dari volume usaha KUD secara keseluruhan.
3. Minimal tiga tahun buku berturut-turut RAT dilaksanan tepat
pada waktunya sesuai petunjuk dinas.
4. Anggota Pengurus dan Badan Pemeriksa semua berasal dari anggota KUD
dengan jumlah maksimal untuk pengurus 5 orang dan Badan Pemeriksa 3 orang.
5. Modal sendiri KUD minimal Rp. 25,- juta
6. Hasil audit laporan keuangan layak tapa catatan (unqualified
opinion).
7. Batas toleransi deviasa usaha terhadap rencana usaha KUD (Program
dan Non Program) sebesar 20 %.
8. Ratio Keuangan : Liquiditas, antara 15 % s/d 200 %.
Solvabilita, minimal 100 %.
9. Total volume usaha harus proposional dengan jumlah anggota, denngan
minimal rata-rata Rp. 250.000,- per anggota per tahun.
10. Pendapatan kotor minimal dapat menutup biaya berdasarkan prinsip
effisiensi.
11. Sarana usaha layak dan dikelola sendiri
12. Tidak ada penyelewengan dan manipulasi yang merugikan KUD oleh
Pengelola KUD.
13.
Tidak mempunyai
tunggakan.
Keberhasilan atau kegagalan koperasi ditentukan oleh keunggulan
komparatif koperasi. Hal ini dapat dilihat dalam kemampuan koperasi
berkompetisi memberikan pelayanan kepada anggota dan dalam usahanya tetap hidup
(survive) dan berkembang dalam melaksnakan usaha. Pengalaman empiris
dimancanegara dan di negeri kita sendiri menunjukkan bahwa struktur pasar dari
usaha koperasi mempengaruhi performance dan success koperasi[6]
Tidak ada komentar:
Posting Komentar