Analisis Diskrimasi Perempuan dalam Status Pembagian
Kerja di PT Gudang Garam Indonesia
FLOW CHART
Di
lihat
A.
LATAR BELAKANG MASALAH
Perbedaan
gender telah melahirkan perbedaan peranan sosial. Untuk kehidupan publik juga
tidak jauh berbeda, perempuan menjadi subordinasi laki-laki. Setiap keputusan
penting yang akan diambil perempuan tidak pernah terlibat di dalamnya, dan
pengambilan keputusan penting akan senantiasa menjadi hak laki-laki (Mutali’in
2001:31-32) Fakih (2001:32). Karir perempuan pun bergantung pada laki-laki.
Izin dari suami diperlukan untuk menduduki jabatan atau mengemban tugas
tertentu. Sebaliknya hampir tidak ditemukan ketentuan yang dikenakan pada suami
untuk minta izin dari istrinya ketika akan dipromosikan pada kedudukan atau
tugas tertentu. Perbedaan genre sesungguhnya tidaklah menjadi masalah sepanjang
tidak melahirkan ketidakadilan gender (gender inequalities).
Namun yang menjadi persoalan ternyata
perbedaan gender telah melahirkan berbagai ketidakadilan, bagi kaum perempuan.
Ketidakadilan gender merupakan sistem dan struktur di mana kaum perempuan
menjadi korban dari sistem tersebut. Untuk memahami bagaimana perbedaan gender
menyebabkan ketidakadilan gender, dapat dilihat melalui berbagai manifestasi
ketidakadilan yang ada.
Ketidakadilan gender termanifestasikan
dalam berbagai bentuk ketidakadilan, yakni marginalisasi atau proses pemiskinan
ekonomi, subordinasi atau tidak penting dalam keputusan politik, pembentukan
stereotipe atau melalui pelabelan negative, kekerasan (violence), beban kerja lebih panjang dan lebih banyak
(burder), serta sosialisasi ideologi nilai peran
gender. Guna memahami bagaimana perbedaan gender telah berakibat pada
ketidakadilan gender dapat dipahami melalui berbagai manifestasi ketidakadilan
tersebut (Sugiarti 2002:16). Ketidakadilan yang terjadi dalam konstruksi gender
saat ini terutama kaum perempuan, menjadi sebuah masalah yang disebabkan adanya
marginalisasi, sterotipi, subordinasi, kekerasan dan beban kerja lebih berat.
Semua itu akan menimbulkan berbagai macam penderitaan kaum perempuan dalam
memenuhi hak mereka. Uraian mengenai masing-masing manifestasi ketidakadilan
gender, yaitu Marginalisasi, Subordinasi, Sterotipi, Violence, dan Beban Kerja
Lebih Berat.
Tanpa dipungkiri peran laki-laki dan perempuan
secara social, bukanlah sesuatu yang given dan kodrati sifatnya. Namun
konstruksi peran sesungguhnya telah dibentuk jauh sebelum budaya dan
perkembangan masyarakat mencapai titik didih kemajuan.
perempuan dan diskriminasi di dunia kerja misalnya
ternyata mampu menciptakan hukum dan kebiasaan yang bahkan lebih kuat yang
mengikat dari pada perundangan tertulis. Beberapa kebiasaan yang diskriminatif
telah berlangsung lama dan mengakar di dunia kerja sehingga dipandang suatu hal
yang lumrah.
Hukum yang
berlaku universal, bahwa semua orang berkedudukan setara di muka hukum dan berhak atas perlindungan yang sama tanpa
diskriminasi apapun (equality before the law) adalah jargon idealitas, semacam
das sollen, karena bagaipmana hukum dipraktikan sehari-hari dalam kenyataannya
merupakan hal yang lain lagi (des sein).
Bentuk-bentuk
diskriminasi bagi wanita dalam hubungan
kerja dan hubungan industrial
sangat luas sekali lingkup spektrumnya,
sejak seserang belum bekerja sampai
purna kerja (M Syaufi Syamsuddin, 2004: 89-96).
Perlakuan diskriminatif dalam perkerjaan dapat terjadi
sejak mulai penerimaan (recruitment), berupa pengumuman penerimaan kerja atau
lowongan kerja , seperti mencari tenaga kerja wanita yang belum menikah, siap
tidak menikah selama dalam kontrak atau pada waktu tertentu, berpenampilan
menarik dan sebagainya.
Banyak
wanita yang masih mengalami himpitan, kekerasan dan diskriminasi akibat perbedaan gender ini terutama dalam dunia
kerja. Di PT Gudang Garam misalnya, Adanya fakta
bahwa jumlah tenaga kerja wanita pada perusahaan PT Gudang Garam kediri lebih
banyak dari pada tenaga kerja laki-laki. Perbandingannya adalah tenaga kerja wanita
kurang lebih 70 % sedangkan tenaga kerja laki-laki kurang lebih 30%.
tenaga kerja wanita pada PT.
Gudang Garam Kediri dalam sehari tertinggi mampu menghasilkan 7850 linting
sedangkan terendah hanya mampu menghasilkan 3950 linting.
Berdasarkan fakta di atas,
diskriminasi dalam status pembagian kerja di PT Gudang Garam dapat terlihat
jelas. Kenyataannya dalam beberapa aspek pembagian kerja. Perempuan kurang
berperan aktif dibidang lain seperti masalah oprasional dan tekniksi. Hal ini
disebabkan karena posisi dan kondisi yang kurang menguntungkan dibandingkan
laki-laki. Seperti peluang dan kesempatan yang terbatas dalam status pembagian
kerja oleh kebanyakan kaum perempuan.
Sehingga untuk
mengetahui hal tersebut , maka akan dirumuskan kedalam rumusan masalah sebagai
berikut.
RUMUSAN MASALAH
1. Bagaimana Stereotip perempuan
dalam pembagian kerja di PT Gudang Garam?
2. Bagaimana Subordinasi kaum
perempuan dalam pembagian kerja di PT Gudang Garam?
3. Bagaimana Marginalisasi
perempuan dalam pembagian kerja di PT Gudang Garam?
4. Bagaimana Kekerasan terhadap perempuan di PT
Gudang Garam?
B.
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Gender
Gender merupakan suatu istilah yang digunakan untuk
menunjukan perbedaan peran, fungsi dan tanggung jawab antara laki-laki dan
perempuan yang merupakan hasil konstruksi sosial yang mencakup hal-hal yang non
kodrati dan dapat berubah sesuai perkembangan jaman.
Diskriminasi Gender
Diskriminasi gender, dalam kehidupan sehari-hari
teraktualisasi dalam beberapa bentuk dibawah ini (Sasongko, 2009):
a.
Stereotip/Citra Baku, yaitu pelabelan yang bersifat
terhadap salah satu jenis kelamin. Contohnya adalah perempuan yang ramah
dianggap genit, dan laki-laki yang ramah dianggap perayu.
b.
Subordinasi/Penomorduaan,yaitu anggapan bahwa salah
satu jenis kelamin dianggap lebih rendah dari jenis kelamin yang lain. Contoh
dari hal ini adalah bahwa wanita dianggap sebagai ‘Konco Wingkin’ (hanya
bekerja di dapur), maka wanita dianggap lebih rendah dari laki-laki yang
bekerja diwilayah publik.
c.
Marginalisasi/Peminggiran, adalah kondisi atau proses
peminggiran salah satu jenis kelamin dari pekerjaan utama. Misalnya
perkembangan teknologi yang diiringi dengan penggunaan mesin-mesin yang
sebagian besar dioperasikan oleh laki-laki kini menggantikan pekerjaan manual
yang biasanya dilakukan oleh perempuan.
d.
Kekerasan/Violence,yaitu suatu serangan baik
terhadap fisik maupun non fisik atau psikologis seseorang yang bisa terjadi di
mana saja.
C.
PEMBAHASAN
Studi Kasus
Kasus 1
PT Gudang Garam tidak terlalu serius
menanggapi tuntutan buruhnya. Sekitar 4000 buruh di PT Gudang Garam yang
tergabung dalam Serikat Buruh Muslimin Indonesia (Sarbumusi) PT gudang Garam,
tidak ditanggapi serius oleh perusahaan. Terbukti ajakan dialog oleh pengurus
sarbumusi ditolak.
Mengenai sistem pembagian bonus, para buruh
PT Gudang Garam meminta agar sistemnya dikembalikan ke pola lama. Mereka
menganggap pola lama lebih cocok karena pekerja diperlakukan baik. Misal, buruh
wanita yang cuti hamil tetap mendapat bonus. Sebaliknya dalam pola baru, mereka
yang cuti hamil tidak berkesempatan mendapat bonus.
Salah seorang tenaga kerja wanita PT Gudang Garam yang
bekerja dibagian penggilingan rokok dan telah mengabdi selama 15 tahun
(menduduki golongan A2) memberikan kesaksian bahwa jika dia bekerja dalam
keadaan sehat dan mampu menggiling banyak rokok, maka dia bisa mendapatkan upah
yang besar. Namun, jika ia dalam keadaan kurang sehat, ia hanya bisa
mendapatkan uang sebesar Rp. 90.000,00/minggu.
Kasus 2
Adanya fakta bahwa jumlah
tenaga kerja wanita pada perusahaan PT Gudang Garam kediri lebih banyak dari
pada tenaga kerja laki-laki. Perbandingannya adalah tenaga kerja wanita kurang
lebih 70 % sedangkan tenaga kerja laki-laki kurang lebih 30%.
tenaga kerja wanita pada PT.
Gudang Garam Kediri dalam sehari tertinggi mampu menghasilkan 7850 linting sedangkan
terendah hanya mampu menghasilkan 3950 linting.
Karyawan PT Gudang Garam (GG) Kediri, Jawa Timur melakukan unjuk rasa
besar-besaran, dilatarbelakangi :
·
Upah yang masih dibawah minumun provinsi.
·
Perempuan yang berkerja puluhan tahun tidak mendapat tunjangan pensiun.
Analisis
kasus
Berdasarkan kasus tersebut di atas
secara garis besar perempuan yang bekerja di PT Gudang Garam berstatus kerja
sebagai penggiling rokok.
Secara stereotip / pelabelan terhadap
status pembagian kerja di PT Gudang Garam, dalam banyak kebudayaan, wanita
merupakan subordinat dalam hubungan dengan pria. Hal ini berkaitan dengan
perempuan bekerja. Fenomena perempuan bekerja sebenarnya bukanlah hal yang baru
dalam masyarakat kita. Sejak zaman purba ketika manusia masih mencari penghidupan
dengan cara berburu dan meramu, seorang istri sesungguhnya sudah bekerja.
Sementara suaminya pergi berburu, di rumah ia bekerja menyiapkan makanan dan
mengelola hasil buruan untuk ditukarkan dengan bahan lain yang dapat dikonsumsi
keluarga. Akibat mitos laki-laki adalah pencari nafkah utama dan perempuan
bekerja didapur. Hal ini lah yang menjadi salah satu penyebab stereotip bagi
kaum perempuan yang bekerja sebagai penggiling rokok di PT Gudang Garam.
Perempuan dianggap lebih terampil bekerja sebagai penggiling rokok dibandingkan
diberi kepercayaan untuk mengelola bidang lain. Mitos tersebut hingga saat ini
berpengaruh besar terhadap pembagian kerja khususnya bagi kaum perempuan. Hal
ini merupakan salah satu bentuk ketidakadilan gender yang berpangkal dari
kekeliruan yang sama. Bahwa anggapan-anggapan yang membedakan antara perempuan
dan laki-laki begitu mempengaruhi perempuan
dan begitu merugikan. Misalnya pandangan terhadap perempuan yang tugas
dan fungsinya hanya melaksanakan pekerjaan yang berkaitan dengan pekerjaan
domistik dan kerumahtanggaan. Hal inilah yang terjadi pula didunia kerja
seperti di PT Gudang Garam. Ada standar nilai terhadap perilaku perempuan dan
laki-laki dalam status pembagian kerja. Dimana pelabelan bahwa perempuan yang dianggap
kurang tegas, sehingga label perempuan sebagai ibu rumah tangga , diaplikasikan
pula dalam dunia kerja seperti buruh pabrik di PT Gudang Garam sebagai
Penggiling rokok. Anggapan ini pula berkaitan dengan pelabelan yang didapat
oleh kaum laki-laki sebagai pencari nafkah utama, menyebabkan apa saja yang
dihasilkan perempuan cenderung tidak diperhitungkan. Sehingga dalam hal ini
untuk kebanyakan perempuan yang bekerja di PT Gudang Garam tidak ada yang lebih
layak selain penggiling rokok kretek.
Berkaitan
dengan hal ini maka munculah bentuk lain dari pelabelan yang diberikan kepada
kaum perempuan. Bentuk lain dari ketidakadilan gender yaitu Subordinasi/Penomorduaan, anggapan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap lebih rendah dari jenis
kelamin yang lain. Contoh dari hal ini adalah bahwa wanita dianggap sebagai
‘Konco Wingkin’ (hanya bekerja di dapur), maka wanita dianggap lebih rendah
dari laki-laki yang bekerja diwilayah publik.
Subordina si kaum perempuan di PT Gudang G aram, status pekerjaan yang dipegang oleh para
buruh perempuan berdasarkan faktanya tenaga kerja wanita kurang lebih 70 %
sedangkan tenaga kerja laki-laki kurang lebih 30%. Hal ini menunjak perbandingan yang
lebih besar antara pekerja perempuan dibandingkan dengan laki-laki. Fakta ini mengungkapkan
bahwa dari sekian persen wanita yang bekerja di PT Gudang Garam kebanyakan bekerja seb agai penggiling rokok kretek. Dan hanya sekian persennya saja ya ng bekerja dibagian oprasion al maupun teknisi yang pada umumnya
dikendalikan oleh laki-laki. Dari fakta tersebut subordinasi terhadap perempuan
di PT Gudang Garam tidak lain berawal dari anggapan bahwa perempuan kurang diberikan kepercayaan
untuk memegang kontrol yang biasa ditangani oleh laki-laki. Sehingga subordinasi
pun muncul di dasari adanya keyakinan bahwa salah satu jenis kelamin dianggap
lebih penting atau lebih utama dibanding jenis kelamin lain yaitu kaum
perempuan. Hal ini pula yang menyebabkan ketidakadilan
bagi kaum perempuan hingga pada tarap termarginalkan
Salah satu bentuk
marginalisasi kaum perempuan di PT Gudang Garam adalah berkaitan dengan perkembangan teknologi yang
diiringi dengan penggunaan mesin-mesin yang sebagian besar dioperasikan oleh
laki-laki kini menggantikan pekerjaan manual yang biasanya dilakukan oleh
perempuan.
Di PT Gudang Garam, sebagian tenaga kerja wanita
bekerja dibagian penggiling rokok. Perempuan dalam hal ini kurang dianggap
mampu mengendalikan alat-alat teknologi. Sehingga penempatan sebagian besar
perempuan yang bekerja sebagai buruh penggiling rokok lebih besar. Keterbatasan
kaum perempuan dalam pendidikan berteknologi membuat perempuan sangat terbatas
untuk mencapai karir. Karena masih sangat sedikit perempuan yang melek akan
teknologi. Hal ini didukung pula oleh anggapan bahwa otak perempuan lebih kecil
daripada laki-laki. Sehingga dalam status pembagian kerja di PT Gudang Garam,
hanya sedikit perempuan yang memegang pekerjaan yang lebih penting.
Ketidakmampuan perempuan mengoprasikan mesin-mesin berteknogi tinggi membuat
status pekerjaan yang diterima oleh sebagian besar perempuan di PT Gudang Garam
hanya sebatas penggiling rokok yang dilakukan secara manual.
Perempuan menjadi terpinggirkan dari
berbagai jenis kegiatan yang berbasis teknologi pada industri rokok di PT
Gudang Garam yang lebih memerlukan keterampilan yang biasa dan lebih banyak dimiliki
oleh laki-laki. Hal ini menimbulkan adanya diskriminasi pada kondisi dan posisi
laki-laki dan perempuan, sehingga menyebabkan perempuan belum dapat menjadi
mitra kerja aktif laki-laki. Selain itu rendahnya kualias perempuan dalam
penggunaan alat-alat teknologi dapat mempengaruhi generasi penerusnya,
mengingat mereka mempunyai peran reproduksi yang sangat berperan dalam
mengembangkan sumber daya manusia masa depan.
Sehingga masuk pada analisis akhir
berupa kekerasan yang terstruktur oleh hasil dari kebudayaan manusia. Bahwa
kontruksi gender ternyata ada dalam konsep sosial masyarakat. Dalam paparan
Sugiah (1955) menyimpulkan bahwa didalam masyarakat selalu ada mekanisme yang
mendukung konstruksi social budaya gender. Sehingga menjadi sebuah kekerasan
yang terselubung yang tidak disadari oleh sebagian orang terutama kaum
perempuan.
Hal inilah yang terjadi di PT Gudang
Garam, keadaan dan budaya yang dibentuk sejak lama menjadikan diskriminasi
terhadap kaum perempuan dapat terbungkus dengan baik.
D.
KESIMPULAN
Berkembangnya peradaban mestinya menyadarkan
banyak kalangan bahwa asumsi yang muncul dan selalu melekat pada relasi
laki-laki – perempuan menumbuh suburkan banyak asumsi yang memposisikan
perempuan sebagai subordinat laki-laki. Ketimpangan relasi laki-laki –
perempuan ini muncul dalam anggapan laki-laki memiliki sifat misalnya aktif,
rasional, lebih kuat, tegas. Sementara perempuan diposisikan pasif, emosional ,
lemah, bergerak disektor domestic. Asumsi inilah yang kemudian yang menyebabkan
diskriminasi perempuan diberbagai sector seperti halnya dalam status pembagian
kerja di PT Gudang Garam sebagai akibat pengenderisasi antara laki-laki dan
perempuan yang menyebabkan diskriminasi pada kaum perempuan.
DAFTAR PUSTAKA
Giri Wiloso, Pamerdi dkk.2012.Ilmu
Sosial dan Budaya Dasar (ISBD.Salatiga CV. Anugerah Karya Milik Bersama
Salatiga
Ainul Yaqin, Agus dan Sumirat, Danang.Di Gudang Garam, Hidup Marinten Tak Manis.http://news.liputan6.com/read/36263/di-gudang-garam-hidup-marinten-tak
manis. Di akses 12 Maret 2013 09.12
WIB
Eka Hermawan, Yayan. Analisis Produktivitas Tenaga Kerja Wanita Industri Rokok PT. Gudang Garam Kediri. http://www.researchgate.net/publication/50917956_ANALISIS_PRODUKTIVITAS_TENAGA_KERJA_WANITA_INDUSTRI_ROKOK_PT._GUDANG_GARAM_KEDIRI di akses 12 Maret 2013 08.37 WIB.
Digilib.petra.ac.id.Analisa Perbandingan Sikap Tenaga Kerja Atas Kebijakan Perusahaan PT Gudang Garam. http://Digilib.petra.ac.id. Di akses 12 Maret 2013 08.29 WIB.
Yastra, Bayun.Ketidakadlian Gender Bagian 1 http://bayunyastra.wordpress.com/2012/06/02/ketidakadilan-gender-bagian-i/. Di akses 12 Maret 2013 09.31 WIB
Paguci, Sutomo.Wanita
dan Diskriminasi Kerja. http://m.kompasiana.com/post/hukum/2012/04/24/. Di akses 7 April
2013 14.44 WIB
Tidak ada komentar:
Posting Komentar