Jumat, 10 Mei 2013

sejarah Koperasi Desa



Nama                          : Almuhni Nasi’i
NIM                             : 152012701
Judul Jurnal                : PENELITIAN TENTANG SEJARAH PERKEMBANGAN KOPERASI DI      INDONESIA
SEJARAH KOPERASI
Munculnya Koperasi  diawali dari sulitnya pemecahan masalah kemiskinan yang atas dasar semangat individualism. Koperasi lahir sebagai alat untuk memperbaiki kepincangan-kepincangan dan kelemahan-kelemahan dari perekonomian yang kapitalis[1]. Adapun unsure dari koperasi adalah diantaranya sebagai berikut :
1.       Merupakan perkumpulan orang-orang.
2.       Bergabung secara sukarela
3.       Mrncapai tujuan ekonomi bersama
4.       Organisasi kelompok yang dikembangkan secara demokratis
5.       Kontribusi terhadap modal yang diperlukan
6.       Menanggung resiko dan juga keuntungan secara adil.
Pengertian koperasi jika dipandang dari berbagai aspek :
1.       koperasi sebagai organisasi ekonomi sebagaimana juga pelaku-pelaku ekonomi yang lain harus memperhitungkan produktivitas, efisiensi serta efektifitas.
2.        koperasi sebagai suatu gerakan yang mempersatukan kepentingan yang sama guna diperjuangkannya secara bersama-sama secara serempak dan lebih baik, sehingga dimungkinkannya ditempatkan semacam perwakilan.
3.        segi sosial dan moral yang dianggap mewarnai kehidupan koperasi yang di dalam kegiatannya harus mempertimbangkan norma-norma sosial ataupun moral yang berlaku di mana koperasi melakukan kegiatannya
4.        sementara pihak ingin mengembangkan koperasi sebagai suatu sistim ekonomi, di mana pandangan ini dilandasi oleh semangat cooperativism.
5.        di dalam suatu kajian ilmiah, koperasi telah dikembangkan pula sebagai suatu ilmu yang dilandasi atas filsafat dan tujuan ilmu pengetahuan

Sejarah Koperasi Di Indonesia
Pertumbuhan koperasi di Indonesia dimulai sejak tahun 1896[2]. Pertumbuhan koperasi yang pertama di Indonesia menekankan pada kegiatan simpan-pinjam[3] maka selanjutnya tumbuh pula koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang konsumsi dan dan kemudian koperasi yang menekankan pada kegiatan penyediaan barang-barang untuk keperluan produksi.
Kemudian pada tahun 1908 didirikan Boedi Oetomo yang menganjurkan berdirinya koperasi untuk keperluan rumah tangga. Begitu pula sarikat Islam juga mengembangkan koperasi yang bergerak di bidang keperluan sehari-hari dengan cara membuka toko-toko koperasi pada tahun 1911. Namun hal ini menimbulkan kecurigaan pada pemerintahan Hindia-Belanda yang kemudian mereka ingin mengaturnya yang tetapi dalam kenyataan lebih cenderung menjadi suatu penghalang atau penghambat perkembangan koperasi. Dalam hubungan ini pada tahun 1915 diterbitkan Ketetapan Raja no. 431 yang berisi antara lain :
1.       Akte pendirian koperasi dibuat secara notariil.
2.       Akte pendirian harus dibuat dalam Bahasa Belanda
3.       Harus mendapat ijin dari Gubernur Jenderal.
Berbagai ketentuan dan persyaratan sebagaimana dalam ketetapan Raja tersebut dirasakan sangat memberatkan persyaratan berdiriya koperasi. Yang dengan demikian praktis peraturan tersebut dapat dipandang sebagai suatu penghalang bagi pertumbuhan koperasi di Indonesia, Oleh karenanya maka pada tahun 1920 dibentuk suatu ‘Komisi Koperasi’ yang dipimpin oleh DR. J.H. Boeke yang diberi tugas neneliti sampai sejauh mana keperluan penduduk Bumi Putera untuk berkoperasi. Selanjutnya didirikanlah Bank Rakyat ( Volkscredit Wezen ). Berkaitan dengan masalah Peraturan Perkoperasian, maka pada tahun 1927 di Surabaya didirikan “Indonsische Studieclub” Oleh dokter Soetomo yang juga pendiri Boedi Oetomo, dan melalui organisasi tersebut beliau menganjurkan berdirinya koperasi. Kegiatan serupa juga dilakukan oleh Partai Nasional Indonesia di bawah pimpimnan Ir. Soekarno, di mana pada tahun 1929 menyelenggarakan kongres koperasi di Betawi. Keputusan kongres koperasi tersebt menyatakan bahwa untuk meningkatkan kemakmuran penduduk Bumi Putera harus didirikan berbagai macam koperasi di seluruh Pulau Jawa khususnya dan di Indonesia pada umumnya.
Dalam rangka menggiatkan pertumbuhan koperasi, pada akhir tahun 1930 didirikan Jawatan Koperasi dengan tugas:
1.       memberikan penerangan kepada pengusaha-pengusaha Indonesia mengenai seluk beluk perdagangan.
2.       dalam rangka peraturan koerasi No 91, melakukan pengawasan dan pemeriksaan terhadap koperasi-koperasi, serta memberikan penerangannya.
3.       memberikan keterangan-keterangan tentang perdagangan pengangkutan, cara-cara perkreditan dan hal ihwal lainnya yang menyangkut perusahaan-perusahaan.
4.       penerangan tentang organisasi perusahaan.
5.       menyiapkan tindakan-tindakan hukum bagi pengusaha Indonesia[4].
Pada tahun 1920 DR. J.H. Boeke ditunjuk sebagai Kepala Jawatan Koperasi yang pertama.
Berikut merupakan tabel catatan perkembangan koperasi pada masa ini :
Tahun
Jml. Koperasi
Jml. Anggota
1930
39
7.848
1931
133
13.725
1932
172
14.134
Sumber :  Sepoeloeh Tahoen Koperasi

Adapun data perkembangan koperasi dari tahun de tahun dapat dilihat pada tabel berikut:
Tahun
Jml. Koperasi
Jml. Anggota
Jml Simpanan
1930
39
7.848
f. 101.296
1931
133
13.725
f.194.578
1932
172
14.134
f.264.184
1933
233
18.444
f.317.613
1934
263
18.845
f.375.577
1935
299
19.298
f.306.317
1936
324
20.544
f.302.399
1937
410
28.999
f.5703182
1938
540
40.491
f.633.082
1939
574
52.555
f.850.671
Sumber : Sepoeloeh Tahoen Koperasi
Pada masa pendudukan Jepang, Koperasi berubah istilahnya menjadi “Kumiai”. Pemerintahan Jepang. menetapkan bahwa semua Badan-badan Pemerintahan dan kekuasaan hukum serta Undang-undang dari Pemerintah yang terdahulu tetap diakui sementara waktu, asal saja tidak bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Militer. Dan kalau masyarakat ingin mendirikan suatu perkumpulan koperasi harus mendapat izin Residen (Shuchokan) dengan menjelaskan syarat-syarat sebagai berikut :
1.       Maksud perkumpulan atau persidangan, baik sifat maupun aturan-aturannya.
2.       Tempat dan tanggal perkumpulan didirikan atau persidangan diadakan.
3.       Nama orang yang bertangguing jawab, kepengurusan dan anggota-anggotanya.
4.       Sumpah bahwa perkumpulan atau persidangan yang bersangkutan itu sekali-kali bukan pergerakan politik.
Dengan berlakunya Undang-undang ini, maka di beberapa daerah banyak koperasi lama yang harus menghentikan usahanya dan tidak boleh bekerja lagi sebelum mendapat izin baru dari”Scuchokan”.
Setelah Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya, dengan tegas perkoperasian ditulis di dalam UUD 1945. DR. H. Moh Hatta sebagai salah seorang “Founding Father” Republik Indonesia, berusaha memasukkan rumusan perkoperasian di dalam “konstitusi”. Sejak kemerdekaan itu pula koperasi di Indonesia mengalami suatu perkembangan yang lebih baik. Pasal 33 UUD 1945 ayat 1 beserta penjelasannya menyatakan bahwa perekonomian disusun sebagai usaha bersama berdasarkan azas kekeluargaan.
Pada akhir 1946, Jawatan Koperasi mengadakan pendaftaran koperasi dan tercatat sebanyak 2500 buah koperasi di seluruh Indonesia. Dan pada tanggal 12 Juli 1947 diselenggarakan kongres koperasi se Jawa yang pertama di Tasikmalaya. Dalam kongres tersebut diputuskan antara lain terbentuknya Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia yang disingkat SOKRI; menjadikan tanggal 12 Juli sebagai Hari Koperasi serta menganjurkan diselenggarakan pendidikan koperasi di kalangan pengurus, pegawai dan masyarakat. Pertumbuhan koperasi semakin pesat. Tetapi dengan terjadinya agresi I dan agresi II dari pihak Belanda terhadap Republik Indonesia serta pemberontakan PKI di Madiunpada tahun 1948 banyak merugikan terhadap gerakan koperasi. Namun setelah terbentuknya Negara Kesatuan Republik Indonesia tahun 1950 program Pemerintah semakin nyata keinginannya untuk mengembangkan perkoperasian.
Selanjutnya pada tanggal 15 sampai dengan 17 Juli 1953 dilangsungkan kongres koperasi Indonesia yang ke II di Bandung. Keputusannya antara lain merubah Sentral Organisasi Koperasi Rakyat Indonesia (SOKRI) menjadi Dewan Koperasi Indonesia (DKI). Di samping itu mewajibkan DKI membentuk Lembaga Pendidikan Koperasi dan mendirikan Sekolah Menengah Koperasi di Provinsi-provinsi. Keputusan yang lain ialah penyampaian saran-saran kepada Pemerintah untuk segera diterbitkannya Undang-Undang Koperasi yang baru serta mengangkat Bung Hatta sebagai Bapak Koperasi Indonesia.
Pada tahun 1956 tanggal 1 sampai 5 September diselenggarakan Kongres Koperasi yang ke III di Jakarta. Keputusan KOngres di samping hal- hal yang berkaitan dengan kehidupan perkoperasian di Indonesia, juga mengenai hubungan Dewan Koperasi Indonesia dengan International Cooperative Alliance (ICA).
Pada tahun 1961 diselenggarakan Musyawarah Nasional KOperasi I (Munaskop I) di Surabaya untuk melaksanakan prinsip Demokrasi Terpimpin dan Ekonomi Terpimpin. Langkah-langkah mempolitikankan (verpolitisering) koperasi mulai nampak. Dewan Koperasi Indonesia diganti dengan Kesatuan Organisasi KOperasi Seluruh Indonesia (KOKSI) yang bukan semata-mata organisasi koperasi sendiri malainkan organisasi koperasi-koperasi yang dipimpin oleh Pemerintah, dimasa Menteri Transmigrasi, Koperasi dan Pembangunan Masyarakat Desa (Trasnkopenda) menjadi Ketuanya[5].
Selanjutnya peranan gerakan koperasi dalam demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin diatur didalam pasal 6 dan pasal 7. Pasal 6 berbunyi sebagai berikut : “ Gerakan Koperasi mempunyai peranan :
a)      Dalam tahap nasional demokrasis :
1.       Mempersatukan dan memobilisir seluruh rakyat pekerja dan produsen kecil yang merupakan tenaga-tenaga produktif untuk meningkatkan produksi, mengadilkan dan meratakan distribusi;
2.       Ikut serta menghapus sisa-sisa imperalisme, kolonialisme dan feodalisme;
3.       Membantu memperkuat sector ekonomi Negara yang memegang posisi memimpin;
4.       Menciptakan syarat-syarat bagi pembangunan masyarakat sosialis Indonesia.
5.       Dalam Tahap sosialisme Indonesia :
6.       Menyelenggarakan tata ekonomi tanpa adanya penghisapan oleh manusia atas manusia;
7.       Meningkatkan tingkat hidup rakyat jasmaniah dan rokhaniah;
8.       Membina dan mengembangkan swadaya dan daya kreatif rakyat sebagai perwujudan masyarakat gotong-royong.”
Pemberontakan G30S/PKI merupakan malapetaka besar bagi rakyat dan bangsa Indonesia. Demikian pula hal tersebut didalami oleh gerakan koperasi di Indonesia. Namun hal tersebut dapat terselaesaikan oleh semangat Orde Baru yang dimulai titik awalnya 11 Maret 1996 segera setelah itu pada tanggal 18 Desember 1967 telah dilahirkan Undang-Undang Koperasi yang baru. Sejak awal Pelita I pelaksanaan pembangunan telah diarahkan untuk menyentuh segala kehidupan bangsa sebagai suatu gerak perubahan kearah kemajuan.
Selanjutnya dibentuk oleh pmerintah Program Lima Tahun (PELITA) yang berperiode dari PELITA I hingga PELITA 5. Dari PELITA I ditemui banyak kegagalan, dan titik akhirnya pada PELITA 5 bisa dibilang merupakan sebuah kesuksesan dari Program tersebut.
Berikut adalah Perkembangan Keragaan Koperasi Selama Pelita V

No.
URAIAN
1984/
1985/
1986/
1987/
1988/
Rata-Rata

1985
1986
1987
1988
1989
Pertumbuhan




1.
Jumlah KUD
6.629
6.979
7.350
7.470
7.873
4,33%

(Unit)









2.
Jumlah Kop Non
19.803
21.124
23.096
23.692
25.451
6,28%

KUD (Unit)









3.
Jumlah Anggota
12.008.000
14.916.000
15.733.000
16.682.000
17.494.000
13,12%

KUD (orang)









4.
Jumlah Anggota
4.396.000
5.370.000
5.845.000
8.863.000
9.668.000
20,10%

Kop Non KUD


(orang)







5.
Jumlah Simpanan
131.958,5
178.088,9
414.995,1
435.745
-
44,64%

(Juta Rp.)










Sumber Data : Ditjen Bina Lembaga Koperasi

Sejalan dengan prioritas pembangunan nasional, dalam Pelita V masih terpusatkan pada sector pertanian, maka prioritas pembinaan koperasi mengikuti pola tersebut dengan memprioritaskan pembinaan 2.000 sampai dengan 4.000 KUD Mandiri tanpa mengabaikan pembinaan-pembinaan terhadap koperasi jenis lain. Adapun tujuan pembinaan dan pengembangan KUD Mandiri adalah untuk mewujudkan KUD yang memiliki kemampuan manajemen koperasi yang rasional dan efektip dalam mengembangkan kegiatan ekonomi para anggotanya berdasarkan atas kebutuhan dan keputusan para anggota KUD. Dengan kemampuan itu KUD diharapkan dapat melaksanakan fungsi utamanya yaitu melayani para anggotanya, seperti melayani perkreditan, penyaluran barang dan pemasaran hasil produksi.
Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri. Pembinaan dan Pengembangan KUD mandiri diarahkan :
1.       Menumbuhkan kemampuan perekonomian masyarakat khusunya di pedesaan
2.       Meningkatkan peranannya yang lebih besar dalam perekonomian nasional.
3.       Memberikan manfaat yang sebesar-besarnya dalam peningkatan kegiatan ekonomi dan pendapatan yang adil kepada anggotanya.
Ukuran-ukuran yang digunakan untk menilai apakah suatu KUD sudah mandiri atau belum adalah sebagai berikut :
1.       Mempunyai anggota penuh minimal 25 % dari jumlah penduduk dewasa yang memenuhi persyaratan kenggotaan KUD di daerah kerjanya.
2.       Dalam rangka meningkatkan produktivitas usaha anggotany maka pelayanan kepada anggota minimal 60 % dari volume usaha KUD secara keseluruhan.
3.       Minimal tiga tahun buku berturut-turut RAT dilaksanan tepat pada waktunya sesuai petunjuk dinas.
4.       Anggota Pengurus dan Badan Pemeriksa semua berasal dari anggota KUD dengan jumlah maksimal untuk pengurus 5 orang dan Badan Pemeriksa 3 orang.
5.       Modal sendiri KUD minimal Rp. 25,- juta
6.       Hasil audit laporan keuangan layak tapa catatan (unqualified opinion).
7.       Batas toleransi deviasa usaha terhadap rencana usaha KUD (Program dan Non Program) sebesar 20 %.
8.       Ratio Keuangan : Liquiditas, antara 15 % s/d 200 %. Solvabilita, minimal 100 %.
9.       Total volume usaha harus proposional dengan jumlah anggota, denngan minimal rata-rata Rp. 250.000,- per anggota per tahun.
10.   Pendapatan kotor minimal dapat menutup biaya berdasarkan prinsip effisiensi.
11.   Sarana usaha layak dan dikelola sendiri
12.   Tidak ada penyelewengan dan manipulasi yang merugikan KUD oleh Pengelola KUD.
13.   Tidak mempunyai tunggakan.
Keberhasilan atau kegagalan koperasi ditentukan oleh keunggulan komparatif koperasi. Hal ini dapat dilihat dalam kemampuan koperasi berkompetisi memberikan pelayanan kepada anggota dan dalam usahanya tetap hidup (survive) dan berkembang dalam melaksnakan usaha. Pengalaman empiris dimancanegara dan di negeri kita sendiri menunjukkan bahwa struktur pasar dari usaha koperasi mempengaruhi performance dan success koperasi[6]



[1] Team UGM 1984 h.11
[2] Ahmed 1964, h. 57
[3] Soedjono 1983, h.7
[4] Raka.1981,h.42
[5] Team UGM, 1984, h.143-144
[6] Ismangil, 1989

Tidak ada komentar:

Posting Komentar